Kamis, 23 Oktober 2014

TEORI ETIKA 2

I.                   TEORI ETIKA
Etika berasal dari kata Yunani ‘Ethos’ (jamak – ta etha), berarti adat istiadat. Etika berkaitan dengan kebiasaan hidup yang baik, baik pada diri seseorang maupun pada suatu masyarakat. Etika berkaitan dengan nilai-nilai, tatacara hidup yang baik, aturan hidup yang baik dan segala kebiasaan yang dianut dan diwariskan dari satu orang ke orang yang lain atau dari satu generasi ke generasi yang lain.

Menurut para ahli maka etika tidak lain adalah aturan prilaku, adat kebiasaan manusia dalam pergaulan antara sesamanya dan menegaskan mana yang benar dan mana yang buruk. Perkataan etika atau lazim juga disebut etik, berasal dari kata Yunani ETHOS yang berarti norma-norma, nilai-nilai, kaidah-kaidah dan ukuran-ukuran bagi tingkah laku manusia yang baik. Tujuan etika dalam pandangan filsafat ialah mendapatkan ide yang sama bagi seluruh manusia disetiap waktu dan tempat tentang ukuran tingkah laku yang baik dan buruk sejauh yang dapat diketahui oleh akal pikiran manusia. Akan tetapi dalam usaha mencapai tujuan itu, etika mengalami kesulitan, karena pandangan masing-masing golongan dunia ini tentang baik dan buruk mempunyai ukuran (kriteria) yang berlainan. Etika terbagi menjadi tiga bagian utama: meta-etika (studi konsep etika), etika normatif (studi penentuan nilai etika), dan etika terapan (studi penggunaan nilai-nilai etika).

a.      Prinsip-prinsip Etika
Terdapat 8 prinsip etika profesi, yang merupakan landasan perilaku etika profesional, memberikan kerangka dasar bagi aturan etika, dan mengatur pelaksanaan pemberian jasa profesional oleh anggota, yang meliputi: Tanggung Jawab Profesi, Kepentingan Umum, Integritas, Obyektifitas, Kompetensi dan Kehati-hatian Profesionalnya, Kerahasiaan, Perilaku Profesional, dan Standar Teknis.
b.      Basis Teori Etika
Teori Teleologi
Teleologi berasal dari bahasa Yunani yaitu telos. Menurut teori ini kualitas etis suatu perbuatan atau tindakan diperoleh dengan dicapainya tujuan dari perbuatan itu sendiri.
Ada dua macam aliran dalam teori teleologi ini yaitu:
Ø  Utilitarisme
Ø  Egoisme etis

c.       Dilema Etika
Auditor, akuntan, dan kalangan bisnis lainnya menghadapi banyak dilema etika dalam karier bisnis. Berikut adalah beberapa dilema etika yang dihadapi:
1.      Bernegosiasi dengan klien yang mengancam untuk mencari auditor baru kalau perusahaan tidak memperoleh pendapat wajar tanpa pengecualian
2.      Memutuskan akan menegur supervisor yang telah melakukan lebih saji secara material nilai pendapatan departeman untuk mendapatkan bonus yang lebih besar
3.      Melanjutkan
4.      Bergabung di perusahaan yang melecehkan dan memperlakukan pegawai dan pelanggan secara tidak jujur

d.      Egoism
Teori egoism ini menjelaskan bahwa tindakan manusia dimotivasi oleh kepentingan diri sendiri (self –interest). Hal ini bertentangan dengan teori altruism, yaitu tindakan yang peduli pada orang lain atau lebih mengutamakan kepentingan orang lain dengan mengorbankan kepentingan diri sendiri. Inti pandangan egoisme adalah bahwa tindakan dari setiap orang pada dasarnya bertujuan untuk mengejar pribadi dan memajukan dirinya sendiri. Satu-satunya tujuan tindakan moral setiap orang adalah mengejar kepentingan pribadi dan memajukan dirinya. Egoisme ini baru menjadi persoalan serius ketika ia cenderung menjadi hedonistis, yaitu ketika kebahagiaan dan kepentingan pribadi diterjemahkan semata-mata sebagai kenikmatan fisik yg bersifat vulgar.
e.       Utilitariatisme
Berasal dari bahasa latin utilis yang berarti “bermanfaat”. Menurut teori ini suatu perbuatan adalah baik jika membawa manfaat, tapi manfaat itu harus menyangkut bukan saja satu dua orang melainkan masyarakat sebagai keseluruhan.
Dalam rangka pemikiran utilitarianisme, kriteria untuk menentukan baik buruknya suatu perbuatan adalah “the greatest happiness of the greatest number”, kebahagiaan terbesar dari jumlah orang yang terbesar. Utilitarianisme , teori ini cocok sekali dengan pemikiran ekonomis, karena cukup dekat dengan Cost-Benefit Analysis.
f.       Deontologi
Istilah ‘deontologi’ berasal dari kata Yunani deon, yang berarti kewajiban. Karena itu, etika deontologi ini menekankan kewajiban manusia untuk bertindak secara baik. Misanya, suatu tindakan bisnis akan dinilai baik oleh etika deontologi bukan karena tindakan itu mendatangkan akibat baik bagi pelakunya, melainkan karena tindakan itu sejalan dengan kewajiban si pelaku. Seperti, memberikan pelayanan yang baik kepada semua konsumen, dan sebagainya. Atas dasar itu, etika deontologi sangat menekankan motivasi, kemauan baik dan watak yang kuat dari pelaku
g.      Virtue Etics
Virtue Etics atau teori keutamaan dapat didefinisikan sebagai cara pikir seseorang yang memungkinkan dia untuk bertindak baik secara moral. Teori ini cenderung memandang sikap atau akhlak seseorang.
II.                PERILAKU ETIKA DALAM PROFESI AKUNTANSI
a.      Akuntansi sebagai Profesi dan Peran Akuntan
Profesi merupakan jenis pekerjaan yang memenuhi beberapa criteria, sedangkan profesionalisme merupakan suatu atribut individual yang oenting tanpa melihat apakah suatu pekerjaan merupakan suatu profesi atau tidak. Profesi akuntan di Indonesia sekarang ini menghadapi tantangan yang semakin berat. Di Indonesia, etika akuntan menjadi isu yang sangat menarik. Tanpa etika, profesi akuntansi tidak akan ada karena fungsi akuntansi adalah penyedia informasi untuk proses pembuatan keputusan bisnis oleh para pelaku bisnis. Disamping itu, profesi akuntansi mendapat sorotan yang cukup tajam dari masyarakat. Hal ini seiring dengan terjadinya beberapa pelanggaran etika yang dilakukan oleh akuntan, baik akuntan publik, akuntan intern perusahaan maupun akuntan pemerintah.
Etika profesi akuntan di Indonesia diatur dalam Kode Etik Akuntan Indonesia. Kode Etik ini mengikat para anggota IAI di satu sisi dan dapat dipergunakan oleh akuntan lainnya yang bukan atau belum menjadi anggota IAI di sisi lainnya. Di Indonesia, penegakan Kode Etik dilaksanakan oleh sekurang–kurangnya enam unit organisasi, yaitu: Kantor Akuntan Publik, Unit Peer Review Kompartemen Akuntan Publik – IAI, Badan Pengawas Profesi Kompartemen Akuntan Publik – IAI, Dewan Pertimbangan Profesi IAI, Departemen Keuangan RI, dan BPKP. Selain keenam unit organisasi tadi, pengawasan terhadap Kode Etik diharapkan dapat dilakukan sendiri oleh para anggota dan pimpinan KAP.
b.      Ekspetasi Publik
Masyarakat umumnya mempersepsikan akuntan sebagai orang yang profesional dibidang akuntansi. Ini berarti bahwa mereka mempunyai sesuatu kepandaian yang lebih dibidang ini dibandingkan dengan orang awam.
Selain itu masyarakat pun berharap bahwa para akuntan mematuhi standar dan tata nilai yang berlaku dilingkungan profesi akuntan, sehingga masyarakat dapat mengandalkan kepercayaannya terhadap pekerjaan yang diberikan. Dengan demikian unsur kepercayaan memegang peranan yang sangat penting dalam hubungan antara akuntan dan pihak-pihak yang berkepentingan.
c.       Nilai-nilai Etika VS Teknik Akuntansi/ Auditing
Profesionalisme juga menjadi syarat utama bagi seseorang yang ingin menjadi seorang auditor eksternal. Sebab dengan profesionalisme yang tinggi kebebasan auditor akan semakin terjamin. Pertimbangan auditor tentang materialitas adalah suatu masalah kebijakan profesional dan dipengaruhi oleh persepsi auditor tentang kebutuhan yang beralasan dari laporan keuangan. Gambaran tentang profesionalisme seorang auditor menurut Hall (1968) tercermin dalam lima hal yaitu: pengabdian pada profesi, kewajiban sosial, kemandirian, kepercayaan terhadap peraturan profesi, dan hubungan dengan rekan seprofesi.
d.      Perilaku Etika dalam Pemberian Jasa Akuntan Publik
Dari profesi akuntan publik inilah Masyarakat kreditur dan investor mengharapkan penilaian yang bebas Tidak memihak terhadap informasi yang disajikan dalam laporan Keuangan oleh manajemen perusahaan. Profesi akuntan publik menghasilkan berbagai jasa bagi Masyarakat, yaitu:
a. Jasa assurance adalah jasa profesional independen Yang meningkatkan mutu informasi bagi pengambil keputusan.
b. Jasa Atestasi terdiri dari audit, pemeriksaan (examination), review, dan Prosedur yang disepakati (agreed upon procedure).
c.  Jasa atestasi Adalah suatu pernyataan pendapat, pertimbangan orang yang Independen dan kompeten tentang apakah asersi suatu entitas sesuai Dalam semua hal yang material, dengan kriteria yang telah ditetapkan.
d.  Jasa nonassurance adalah jasa yang dihasilkan oleh akuntan public Yang di dalamnya ia tidak memberikan suatu pendapat, keyakinan Negatif, ringkasan temuan, atau bentuk lain keyakinan.
Setiap profesi yang menyediakan jasanya kepada masyarakat memerlukan kepercayaan dari masyarakat yang dilayaninya. Kepercayaan masyarakat terhadap mutu jasa akuntan publik akan menjadi lebih tinggi, jika profesi tersebut menerapkan standar mutu tinggi terhadap pelaksanaan pekerjaan profesional yang dilakukan oleh anggota profesinya.
III.             KODE ETIK PROFESI AKUNTANSI
a.      Kode Etik Perilaku Profesional
Perilaku etika merupakan fondasi peradaban modern. Etika mengacu pada suatu sistem atau kode perilaku berdasarkan kewajiban moral yang menunjukkan bagaimana seorang individu harus berperilaku dalam masyarakat. Profesionalisme didefinisikan secara luas mengacu pada perilaku, tujuan dan kualitas yang membentuk karakter atau ciri suatu profesi atau orang-orang profesional. Seluruh profesi menyusun aturan atau kode perilaku yang mendefinisikan perilaku etika bagi anggota profesi tersebut.


b.      Prinsip-prinsip Etika: IAI
Prinsip-prinsip etika yang dirumuskan IAPI dan dianggap menjadi Kode etik perilaku akuntan Indonesia adalah
1.      tanggung jawab,
2.      kepentingan masyarakat,
3.      integritas,
4.      obyektifitas dan independen,
5.      kompetensi dan ketentuan profesi,
6.      kerahasiaan, dan
7.      perilaku profesional.
Semakin tinggi akuntan publik menaati kode etik maka semakin baik pula pertimbangan tingkat materialitas.
c.       Aturan dan Interperstasi Etika
Ada empat bidang utama dimana IAI berwenang menetapkan standar dan memuat aturan yang bisa meningkatkan perilaku profesioanal seorang auditor.
1.      Standar auditing. Komite Standar Profesional Akuntan Publik (Komite SPAP) IAI bertanggung jawab untuk menerbitkan standar auditing. Standar ini disebut sebagai Pernyataan Standar Auditing atau PSA (sebelumnya disebut sebagai NPA dan PNPA).
2.      Standar kompilasi dan penelaahan laporan keuangan. Komite SPAP IAI dan Compilation and Review Standards Committee bertanggung jawab untuk mengeluarkan pernyataan mengenai pertanggungjawaban akuntan publik sehubungan dengan laporan keuangan suatu perusahaan yang tidak diaudit.
3.      Standar atestasi lainnya. Tahun 1986, AICPA menerbitkan Statement on Standards for Atestation Engagements.
4.      Materialitas

DAFTAR PUSTAKA
Agoes, S. 2004. Auditing, Pemeriksaan Akuntan oleh Kantor Akuntan Publik. Jakarta: LPFE-UI.
Sukrisno Agus & I cenik Ardana. 2009. Etika Bisnis dan Profesi. Jakarta: Salemba Empat.

Abdullah, Syukry dan Abdul Halim. 2002. Pengintegrasian Etika dalam Pendidikan dan Riset Akuntansi . Kompak, STIE YO.

Jumat, 17 Oktober 2014

Etika Profesi Akuntansi



I.                   TEORI ETIKA
Pengertian etika, dalam bahasa latin "ethica", berarti falsafah moral. Ia merupakan pedoman cara bertingkah laku yang baik dari sudut pandang budaya, susila serta agama. Istilah etika jika dilihat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1998), memiliki tiga arti, yang salah satunya adalah nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat. Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa etika merupakan seperangkat aturan/ norma/ pedoman yang mengatur perilaku manusia, baik yang harus dilakukan maupun yang harus ditinggalkan yang dianut oleh sekelompok/ segolongan manusia/ masyarakat/ profesi.
a.      Prinsip-prinsip Etika
Terdapat 8 prinsip etika profesi, yang merupakan landasan perilaku etika profesional, memberikan kerangka dasar bagi aturan etika, dan mengatur pelaksanaan pemberian jasa profesional oleh anggota, yang meliputi: Tanggung Jawab Profesi, Kepentingan Umum, Integritas, Obyektifitas, Kompetensi dan Kehati-hatian Profesionalnya, Kerahasiaan, Perilaku Profesional, dan Standar Teknis.
b.      Basis Teori Etika
Menurut Sukrisno (2009) ada banyak teori etika yang berkembang, sehingga harus dibuat pembedaannya secara garis besar. Sukrisno membedakan teori etika sebagai berikut:
1.      Teori Egoisme
2.      Teori Utilitarianisme
3.      Teori Dentologi (Teori Kewajiban)
4.      Teori Hak
5.      Teori Keutamaan
6.      Teori etika teonom

c.       Dilema Etika
Auditor, akuntan, dan kalangan bisnis lainnya menghadapi banyak dilema etika dalam karier bisnis. Berikut adalah beberapa dilema etika yang dihadapi:
1.      Bernegosiasi dengan klien yang mengancam untuk mencari auditor baru kalau perusahaan tidak memperoleh pendapat wajar tanpa pengecualian
2.      Memutuskan akan menegur supervisor yang telah melakukan lebih saji secara material nilai pendapatan departeman untuk mendapatkan bonus yang lebih besar
3.      Melanjutkan
4.      Bergabung di perusahaan yang melecehkan dan memperlakukan pegawai dan pelanggan secara tidak jujur

d.      Egoism
Teori egoism ini menjelaskan bahwa tindakan manusia dimotivasi oleh kepentingan diri sendiri (self –interest). Hal ini bertentangan dengan teori altruism, yaitu tindakan yang peduli pada orang lain atau lebih mengutamakan kepentingan orang lain dengan mengorbankan kepentingan diri sendiri.
e.       Utilitariatisme
Teori ini memandang bahwa suatu tindakan dikatakan baik jika memberi manfaat bagi sebanyak mungkin anggota masyarakat. Jadi ukuran baik buruknya tindakan dilihat dari akibat, konsekuensi, dan tujuan dari tindakan tersebut, apakah memberikan manfaat atau tidak.
f.       Deontologi
Dipelopori oleh Emmanuel Kant (1724 – 1804),kewajiban moral harus dilaksanakan demi kewajiban itu sendiri, bukan karena ingin memperoleh tujuan kebahagiaan, bukan juga karena perintah agama. Moralitas adalah otonom dan harus berpusat pada pengertian manusia berdasarkan akal sehat yang dimiliki manusia itu sendiri.
g.      Virtue Etics
Maksud dari teori keutamaan ini dalah setiap manusia harus tahu dan dapat memposisikan perilakunya atau wataknya sehingga individu tersebut dapat berperilaku atau bertingkah laku dengan baik secara moral.  
II.                PERILAKU ETIKA DALAM PROFESI AKUNTANSI
a.      Akuntansi sebagai Profesi dan Peran Akuntan
Profesi merupakan jenis pekerjaan yang memenuhi beberapa criteria, sedangkan profesionalisme merupakan suatu atribut individual yang oenting tanpa melihat apakah suatu pekerjaan merupakan suatu profesi atau tidak. Profesi akuntan di Indonesia sekarang ini menghadapi tantangan yang semakin berat. Di Indonesia, etika akuntan menjadi isu yang sangat menarik. Tanpa etika, profesi akuntansi tidak akan ada karena fungsi akuntansi adalah penyedia informasi untuk proses pembuatan keputusan bisnis oleh para pelaku bisnis. Disamping itu, profesi akuntansi mendapat sorotan yang cukup tajam dari masyarakat. Hal ini seiring dengan terjadinya beberapa pelanggaran etika yang dilakukan oleh akuntan, baik akuntan publik, akuntan intern perusahaan maupun akuntan pemerintah.
Etika profesi akuntan di Indonesia diatur dalam Kode Etik Akuntan Indonesia. Kode Etik ini mengikat para anggota IAI di satu sisi dan dapat dipergunakan oleh akuntan lainnya yang bukan atau belum menjadi anggota IAI di sisi lainnya. Di Indonesia, penegakan Kode Etik dilaksanakan oleh sekurang–kurangnya enam unit organisasi, yaitu: Kantor Akuntan Publik, Unit Peer Review Kompartemen Akuntan Publik – IAI, Badan Pengawas Profesi Kompartemen Akuntan Publik – IAI, Dewan Pertimbangan Profesi IAI, Departemen Keuangan RI, dan BPKP. Selain keenam unit organisasi tadi, pengawasan terhadap Kode Etik diharapkan dapat dilakukan sendiri oleh para anggota dan pimpinan KAP.
b.      Ekspetasi Publik
Masyarakat umumnya mempersepsikan akuntan sebagai orang yang profesional dibidang akuntansi. Dengan demikian unsur kepercayaan memegang peranan yang sangat penting dalam hubungan antara akuntan dan pihak-pihak yang berkepentingan. Perubahan ekpektasi publik terhadap bisnis juga akan mempengaruhi ekpektasi publik terhadap peran akuntan. 
c.       Nilai-nilai Etika VS Teknik Akuntansi/ Auditing
Profesionalisme juga menjadi syarat utama bagi seseorang yang ingin menjadi seorang auditor eksternal. Sebab dengan profesionalisme yang tinggi kebebasan auditor akan semakin terjamin. Pertimbangan auditor tentang materialitas adalah suatu masalah kebijakan profesional dan dipengaruhi oleh persepsi auditor tentang kebutuhan yang beralasan dari laporan keuangan. Gambaran tentang profesionalisme seorang auditor menurut Hall (1968) tercermin dalam lima hal yaitu: pengabdian pada profesi, kewajiban sosial, kemandirian, kepercayaan terhadap peraturan profesi, dan hubungan dengan rekan seprofesi.
d.      Perilaku Etika dalam Pemberian Jasa Akuntan Publik
Menurut Agoes (2004) ada dua alasan perlunya suatu laporan keuangan diaudit oleh Kantor Akuntan Publik (KAP), yaitu
1.      jika tidak diaudit ada kemungkinan bahwa laporan keuangan tersebut mengandung kesalahan baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja sehingga diragukan kewajarannya oleh pihak–pihak yang berkepentingan terhadap laporan keuangan, dan
2.      jika laporan keuangan sudah diaudit dan mendapat opini wajar tanpa pengecualian (Unqualified Opinion) dari KAP
Ini berarti laporan keuangan tersebut dapat diasumsikan bebas dari salah saji material dan telah disajikan sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan (SAK) yang berlaku umum di Indonesia. Laporan keuangan yang mengandung salah saji material dampaknya, secara individual atau keseluruhan cukup signifikan sehingga dapat mengakibatkan laporan keuangan disajikan secara tidak wajar dalam semua hal yang material. Di sinilah peran akuntan publik dalam menentukan tingkat materialitas dalam proses audit laporan keuangan.
III.             KODE ETIK PROFESI AKUNTANSI
a.      Kode Etik Perilaku Profesional
Dalam hal etika, sebuah profesi harus memiliki komitmen moral yang tinggi yang dituangkan dalam bentuk aturan khusus. Aturan ini merupakan aturan main dalam menjalankan atau mengemban profesi tersebut, yang biasa disebut sebagai kode etik. Kode etik harus dipenuhi dan ditaati oleh setiap profesi yang memberikan jasa pelayanan kepada masyarakat dan merupakan alat kepercayaan bagi masyarakat luas. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa setiap profesional wajib mentaati etika profesinya terkait dengan pelayanan yang diberikan apabila menyangkut kepentingan masyarakat luas.
Seorang auditor bisa dikatakan profesional apabila telah memenuhi dan mematuhi standar-standar kode etik yang telah ditetapkan oleh IAI, antara lain:
-          prinsip-prinsip yang ditetapkan oleh IAI yaitu standar ideal dari perilaku etis yang telah ditetapkan oleh IAI seperti dalam terminologi filosofi,
-          peraturan perilaku seperti standar minimum perilaku etis yang ditetapkan sebagai peraturan khusus yang merupakan suatu keharusan,
-          inteprestasi peraturan perilaku tidak merupakan keharusan, tetapi para praktisi harus memahaminya, dan
-          ketetapan etika seperti seorang akuntan publik wajib untuk harus tetap memegang teguh prinsip kebebasan dalam menjalankan proses auditnya, walaupun auditor dibayar oleh kliennya.
b.      Prinsip-prinsip Etika: IAI
Prinsip-prinsip etika yang dirumuskan IAPI dan dianggap menjadi Kode etik perilaku akuntan Indonesia adalah
1.      tanggung jawab,
2.      kepentingan masyarakat,
3.      integritas,
4.      obyektifitas dan independen,
5.      kompetensi dan ketentuan profesi,
6.      kerahasiaan, dan
7.      perilaku profesional.
Semakin tinggi akuntan publik menaati kode etik maka semakin baik pula pertimbangan tingkat materialitas.
c.       Aturan dan Interperstasi Etika
Ada empat bidang utama dimana IAI berwenang menetapkan standar dan memuat aturan yang bisa meningkatkan perilaku profesioanal seorang auditor.
1.      Standar auditing. Komite Standar Profesional Akuntan Publik (Komite SPAP) IAI bertanggung jawab untuk menerbitkan standar auditing. Standar ini disebut sebagai Pernyataan Standar Auditing atau PSA (sebelumnya disebut sebagai NPA dan PNPA).
2.      Standar kompilasi dan penelaahan laporan keuangan. Komite SPAP IAI dan Compilation and Review Standards Committee bertanggung jawab untuk mengeluarkan pernyataan mengenai pertanggungjawaban akuntan publik sehubungan dengan laporan keuangan suatu perusahaan yang tidak diaudit.
3.      Standar atestasi lainnya. Tahun 1986, AICPA menerbitkan Statement on Standards for Atestation Engagements.
4.      Materialitas

DAFTAR PUSTAKA
Agoes, S. 2004. Auditing, Pemeriksaan Akuntan oleh Kantor Akuntan Publik. Jakarta: LPFE-UI.
Hendro Wahyudi dan Aida Ainul Mardiyah. 2006. Pengaruh Profesionalisme Auditor terhadap Tingkat Materialitas dalam Pemeriksaan Laporan Keuangan. Simposium Nasional Akuntansi 9 Padang.
Herawaty, Arleen dan Yulius Kurnia Susanto. 2009. Pengaruh Profesionalisme, Pengetahuan Mendeteksi Kekeliruan, dan Etika Profesi Terhadap Pertimbangan Tingkat Materialitas Akuntan Publik. JAAI, Volume 13, Nomor 2, Desember 2009, Halaman 211-220.
Indiana Farid Martadi dan Sri Suranta. 2006. Persepsi Akuntan, Mahasiswa Akutansi, Dan Karyawan Bagian Akutansi Dipandang Dari Segi Gender Terhadap Etika Bisnis Dan Etika Profesi (Studi Di Wilayah Surakarta). Simposium Nasional Akuntansi 9 Padang.

Isnanto,  R. Rizal. 2009.  Buku ajar etika profesi. Semarang:  Universitas Diponegoro.
Sri Hutami. 2010. “Tax Planning (Tax Avoidance Dan Tax Evasion) dilihat dari Teori Etika”. E-journal Politama, Vol.9 No.2 (2010).
Sukrisno Agus & I cenik Ardana. 2009. Etika Bisnis dan Profesi. Jakarta: Salemba Empat.